Dalam perjalanan spiritualku di tanah harom,, beberapa kali aku disarankan oleh penduduk setempat untuk memakai cadar, dengan bahasa internasional tentunya yaitu bahasa isyarat, karena mereka sama sekali tidak mengerti bahasa Inggris dan aku juga tidak mengerti sama sekali bahasa arab fushhaa. Memang sudah seharusnya PBB menambah lagi bahasa resmi internasional yaitu bahasa isyarat atau bahasa tubuh. Apa jadinya mereka yang tidak mau belajar dunia luar dan aku juga kesulitan untuk belajar bahasa prokem mereka (lagipula bahasa arabku juga masih berantakan =D). Dijamin tidak akan nyambung !!
Bagiku tidak masalah untuk memakai cadar disana jika dibentuk atas ketaatan terhadap agama, berdasarkan argumentasi yang kukenal di Indonesia. Beberapa hari awal lalu itu aku masih lugu. Aku masih sangat mengagumi orang yang berazzam kuat untuk memakai cadar, karena aku cukup yakin atas kejelekan akhlaq orang arab sejak pertama kali keluar dari Bandara King Abdul Aziz. Semua teriakan, umpatan, ketidakberesan dalam menyetir, perendahan terhadap non-arab membuatku cukup kehilangan ingatan tentang sejarah kelembutan sahabat-sahabat nabi saat aku belajar di pesantrenku dulu.
Cahaya lembut cadar masih berbekas di ingatanku hingga keesokan harinya aku silaturohim ke tempat saudaraku yang sejak lahir sudah tinggal di kota Makkah. Ternyata aku mempunyai banyak saudara yang sejak zaman Soekarno sudah tinggal disana! Dan, saudaraku disana banyak! Ckckckck..... Aku kira saudaraku cuma konjen (yang dengan semua keprotokolannya membuatku sedikit spesial ketika bepergian kemana-mana,,haha), tapi ternyata buannyaaaak. Kembali ke cerita>> Saat kami (aku,ibu dan om) dijemput dari Harom (Masjidil Harom) ke rumahnya, topik kami selama di perjalanan hanya berputar pada kultur budaya perempuan arab.
Saudaraku yang dirahmati Alloh itu bercerita bahwa cadar hanya sekedar budaya. Bukan bagian dari agama yang masih dipegang teguh. Walaupun berbau agama, itupun hanya sekedar peninggalan cerita dulu. Cadar kini dipakai lebih karena adanya polisi moral atau mutowwa yang sering berkeliling dan melakukan tindakan tegas kepada para perempuan yang dianggap melanggar moral negara. Abaya atau gamis hitam panjang yang selalu dipakai oleh para perempuan arab hanya dipakai untuk menutup pandangan para lelaki >>oke,,yang ini aku masih sepakat. Tapi tidak dengan cerita berikutnya tentang pesta-pesta perempuan arab.
Ketika pesta-pesta perempuan diadakan, pintu ditutup rapat agar tidak ada seorang lelaki pun yang dapat melihat mereka membuka cadar-cadar dan abaya-abaya mereka. Dan tahukah apa yang diceritakan malam itu kepada kami? Beliau berkata bahwa dibalik cadar dan abaya hitam mereka tergantung pakaian-pakaian barat yang sangat mewah, seksi dan bermerek ternama di masing-masing tubuh. Pesta pun dilangsungkan dengan sangat meriah tanpa ada sedikitpun sifat kesederhanaan di dalamnya. Jika gaya pesta di Indonesia sudah membuatmu ternganga, maka bersiaplah untuk kecewa dengan mereka yang sangat melebihi budaya hancur barat.
Saat tiba di rumahnya, karena aku masih mempercayai berkas lembut cadar dalam ingatanku, aku ditawari untuk melihat video rekaman pesta perempuan arab. Alhamdulillah,, Alloh masih menjagaku dari kesia-siaan menonton hal yang mungkin membuatku makin kecewa dengan bentuk cadar saudi. Aku pun dengan lembut menolak tawarannya.
Di perjalanan pulang, kami melihat sebuah pesta walimah warga saudi yang terlihat amat sangat mewah dari pelataran luar. Topik ngobrol kami kembali bergaung pada seputaran pernikahan dan pemilihan jodoh di kalangan orang muda saudi. Beliau kembali bercerita bahwa aspek kebaikan akhlaq dan agama seorang wanita dan pemuda, sudah lagi bukan elemen terpenting. Asalkan islam, itu sudah sangat baik. Dalam proses pencarian memang para pemuda tidak mencari sendiri, tapi minta dicarikan dengan kriteria ini, ini dan ini kepada adik atau saudara perempuan mereka. Kedudukan marga atau status kasta menduduki persyaratan utama. Lalu karakter fisik menduduki favorit pertama dan diikuti oleh kekayaan (terutama akan mudah mendapatkan wanita cantik jika pemudanya memilki kekayaan bertumpuk). Sekali lagi aku menikmati malam kekecewaan dengan pandangan pahit menerawang ke jendela mobil, sesudah umroh keduaku.
Ahad pagi berikutnya aku landing di Indonesia tercinta. Aku baru saja menghabiskan buku novel The Princess milik sepupuku yang mengungkap tentang karakter budaya arab secara vulgar oleh seorang putri kerajaan Al-Sa'ud. Cukup lengkap kekecewaanku tentang budaya saudi terutama bagian cadar yang tadinya sangat lembut di hatiku.
Bukan hanya Arab, para TKW yang juga satu penerbangan denganku juga membuatku cukup marah atas kebodohan mereka. Masuk ke pesawat dengan ber-abaya lengkap dengan cadarnya membuatku sempat terkecoh atas kesadaran beragama mereka. Kukira pasca ini mereka tetap akan memegang taguh agama yang cukup ketat khas Saudi. Karena prasangka baikku mengatakan tidak mungkin mereka bercadar kalau bukan atas kesadaran sendiri, karena budaya indonesia tidak mengajarkan demikian.
Selagi aku terlelap di pesawat karena jam biologisku belum beradaptasi dengan jam WIB, para TKW berubah dari malaikat menjadi setan. Abaya bercadar mereka lepaskan dan berganti dengan baju-baju seksi kampungan dengan dandanan menor dan rambut berwarna mencolok.
Haaaahhh....otakku capek dengan semua kemarahan dan kekecewaan yang tidak bisa kutumpahkan kecuali di catatan kecil ini. Aku memang seorang pengecut yang tidak bisa mencegah kemungkaran terjadi di hadapanku. Jangankan mencegah, mengatakan kebenaran pun tidak!
Ya Alloh, semoga perjalanan penyucian jiwa hamba ke tanah sucimu tidak membuat hamba berlarut pada ketenangan jiwa yang Kau berikan, tapi juga menjadikan energi penghambaan Lillah terhadap perjuangan melawan realitas kemunafikan, kemurtadan, dan kemudhorotan yang akan menjadi stok tiada habis sampai hamba melahirkan generasi-generasi yang mempunyai azzam kuat terhadap jihadmu dan kami semua syahid atas penegakan bendera Laa Illaha Illalloh !!! –catatan perjalanan selama umroh, April 2009-
>Dalam perjalanan spiritualku di tanah harom,, beberapa kali aku disarankan oleh penduduk setempat untuk memakai cadar, dengan bahasa internasional tentunya yaitu bahasa isyarat, karena mereka sama sekali tidak mengerti bahasa Inggris dan aku juga tidak mengerti sama sekali bahasa arab fushhaa. Memang sudah seharusnya PBB menambah lagi bahasa resmi internasional yaitu bahasa isyarat atau bahasa tubuh. Apa jadinya mereka yang tidak mau belajar dunia luar dan aku juga kesulitan untuk belajar bahasa prokem mereka (lagipula bahasa arabku juga masih berantakan =D). Dijamin tidak akan nyambung !!
Bagiku tidak masalah untuk memakai cadar disana jika dibentuk atas ketaatan terhadap agama, berdasarkan argumentasi yang kukenal di Indonesia. Beberapa hari awal lalu itu aku masih lugu. Aku masih sangat mengagumi orang yang berazzam kuat untuk memakai cadar, karena aku cukup yakin atas kejelekan akhlaq orang arab sejak pertama kali keluar dari Bandara King Abdul Aziz. Semua teriakan, umpatan, ketidakberesan dalam menyetir, perendahan terhadap non-arab membuatku cukup kehilangan ingatan tentang sejarah kelembutan sahabat-sahabat nabi saat aku belajar di pesantrenku dulu.
Cahaya lembut cadar masih berbekas di ingatanku hingga keesokan harinya aku silaturohim ke tempat saudaraku yang sejak lahir sudah tinggal di kota Makkah. Ternyata aku mempunyai banyak saudara yang sejak zaman Soekarno sudah tinggal disana! Dan, saudaraku disana banyak! Ckckckck..... Aku kira saudaraku cuma konjen (yang dengan semua keprotokolannya membuatku sedikit spesial ketika bepergian kemana-mana,,haha), tapi ternyata buannyaaaak. Kembali ke cerita>> Saat kami (aku,ibu dan om) dijemput dari Harom (Masjidil Harom) ke rumahnya, topik kami selama di perjalanan hanya berputar pada kultur budaya perempuan arab.
Saudaraku yang dirahmati Alloh itu bercerita bahwa cadar hanya sekedar budaya. Bukan bagian dari agama yang masih dipegang teguh. Walaupun berbau agama, itupun hanya sekedar peninggalan cerita dulu. Cadar kini dipakai lebih karena adanya polisi moral atau mutowwa yang sering berkeliling dan melakukan tindakan tegas kepada para perempuan yang dianggap melanggar moral negara. Abaya atau gamis hitam panjang yang selalu dipakai oleh para perempuan arab hanya dipakai untuk menutup pandangan para lelaki >>oke,,yang ini aku masih sepakat. Tapi tidak dengan cerita berikutnya tentang pesta-pesta perempuan arab.
Ketika pesta-pesta perempuan diadakan, pintu ditutup rapat agar tidak ada seorang lelaki pun yang dapat melihat mereka membuka cadar-cadar dan abaya-abaya mereka. Dan tahukah apa yang diceritakan malam itu kepada kami? Beliau berkata bahwa dibalik cadar dan abaya hitam mereka tergantung pakaian-pakaian barat yang sangat mewah, seksi dan bermerek ternama di masing-masing tubuh. Pesta pun dilangsungkan dengan sangat meriah tanpa ada sedikitpun sifat kesederhanaan di dalamnya. Jika gaya pesta di Indonesia sudah membuatmu ternganga, maka bersiaplah untuk kecewa dengan mereka yang sangat melebihi budaya hancur barat.
Saat tiba di rumahnya, karena aku masih mempercayai berkas lembut cadar dalam ingatanku, aku ditawari untuk melihat video rekaman pesta perempuan arab. Alhamdulillah,, Alloh masih menjagaku dari kesia-siaan menonton hal yang mungkin membuatku makin kecewa dengan bentuk cadar saudi. Aku pun dengan lembut menolak tawarannya.
Di perjalanan pulang, kami melihat sebuah pesta walimah warga saudi yang terlihat amat sangat mewah dari pelataran luar. Topik ngobrol kami kembali bergaung pada seputaran pernikahan dan pemilihan jodoh di kalangan orang muda saudi. Beliau kembali bercerita bahwa aspek kebaikan akhlaq dan agama seorang wanita dan pemuda, sudah lagi bukan elemen terpenting. Asalkan islam, itu sudah sangat baik. Dalam proses pencarian memang para pemuda tidak mencari sendiri, tapi minta dicarikan dengan kriteria ini, ini dan ini kepada adik atau saudara perempuan mereka. Kedudukan marga atau status kasta menduduki persyaratan utama. Lalu karakter fisik menduduki favorit pertama dan diikuti oleh kekayaan (terutama akan mudah mendapatkan wanita cantik jika pemudanya memilki kekayaan bertumpuk). Sekali lagi aku menikmati malam kekecewaan dengan pandangan pahit menerawang ke jendela mobil, sesudah umroh keduaku.
Ahad pagi berikutnya aku landing di Indonesia tercinta. Aku baru saja menghabiskan buku novel The Princess milik sepupuku yang mengungkap tentang karakter budaya arab secara vulgar oleh seorang putri kerajaan Al-Sa'ud. Cukup lengkap kekecewaanku tentang budaya saudi terutama bagian cadar yang tadinya sangat lembut di hatiku.
Bukan hanya Arab, para TKW yang juga satu penerbangan denganku juga membuatku cukup marah atas kebodohan mereka. Masuk ke pesawat dengan ber-abaya lengkap dengan cadarnya membuatku sempat terkecoh atas kesadaran beragama mereka. Kukira pasca ini mereka tetap akan memegang taguh agama yang cukup ketat khas Saudi. Karena prasangka baikku mengatakan tidak mungkin mereka bercadar kalau bukan atas kesadaran sendiri, karena budaya indonesia tidak mengajarkan demikian.
Selagi aku terlelap di pesawat karena jam biologisku belum beradaptasi dengan jam WIB, para TKW berubah dari malaikat menjadi setan. Abaya bercadar mereka lepaskan dan berganti dengan baju-baju seksi kampungan dengan dandanan menor dan rambut berwarna mencolok.
Haaaahhh....otakku capek dengan semua kemarahan dan kekecewaan yang tidak bisa kutumpahkan kecuali di catatan kecil ini. Aku memang seorang pengecut yang tidak bisa mencegah kemungkaran terjadi di hadapanku. Jangankan mencegah, mengatakan kebenaran pun tidak!
Ya Alloh, semoga perjalanan penyucian jiwa hamba ke tanah sucimu tidak membuat hamba berlarut pada ketenangan jiwa yang Kau berikan, tapi juga menjadikan energi penghambaan Lillah terhadap perjuangan melawan realitas kemunafikan, kemurtadan, dan kemudhorotan yang akan menjadi stok tiada habis sampai hamba melahirkan generasi-generasi yang mempunyai azzam kuat terhadap jihadmu dan kami semua syahid atas penegakan bendera Laa Illaha Illalloh !!! –catatan perjalanan selama umroh, April 2009-
5 komentar:
tuntutlah ilmu dulu sebelum berucap
wahai wanita yang dirundung kekecewaan,,,, hemm 'innamal a'maalu binniyaat' jika melakukan segala sstu itu di lihat dulu niatnyaa,,,iya ga? kalo yang pernah ditemui itu orang-arang bercadar yang seperti itu,bisa saja masih banyak orang yang bercadar yang baik yang belum pernah ditemui so,,,mungkin itu ujian seberapa kuat iman kita(kpercayaan) kepada apa yang dibawa nabi kita, apakah kita hanya meliat realita yang ada ATAUKAH apapun yang terjadi kita akan selalu mengembalikan kepada Al Qur'an dan As sunnah, kalo menurutku sih dari kekecewaan itu bisa jadi motivasi untuk mengenal islam lebih dalam hukum2nya sunnah2nya DLL,,menuntut ilmu syar'i lebih dalam saya rasa ide bagus,buktikan kalo kita ingin tau kebenaran yang sesungguhnya???
yang jelas saya bercadar karena saya takut kepada Allah dan saya tak perduli pandangan miring terhadap wanita bercadar
@ukhti fillah: iya, saya mengerti maksud anti. Tapi saya tidak menggugat anda dan pemakai cadar di indonesia. Saya diatas menulis bahwa berkas lembut cadar kawan-kawan saya di Indonesia ternyata berbeda dengan kawan-kawan saya di Saudi. Saya memahami bahwa keputusan bercadar disini adalah karena kesadaran untuk lebih menjaga diri,,berbeda halnya dengan cadar disana yang hanya sekedar budaya yang tidak diiringi dengan kesadaran mengamalkan islam dalam setiap segi kehidupan.
Ternyata ketika islam hanya menjadi budaya turunan, pengamalannya cuma sebatas kulit. Islam memang harus dijalani secara sadar, bukan sebatas takut kepada polisi moral. Fenomena sosiologis seperti ini bisa dijadikan riset lho..mengapa islam lebih subur berkembang dan kuat di tempat-tempat yang menerapkan demokrasi.
Begitu ukhti sayang.. makanya bacalah tanpa ada prasangka dulu agar tidak jadi salah paham =J
Rosululloh saw bersabda, ' Barangsiapa buka aib saudaranya maka Alloh akan buka aibnya kelak di hari kiamat'
Bagaimana dengan ukhti yg membuka aib saudari2 dr Arab maupun TKW? Walapun itu benar adanya tapi itu adalah aib saudara muslim kita sendiri yang sdg sepatutnya kita tutupi.
Posting Komentar
Apa yang kamu pikirkan dari tulisan di atas? Mari bertukar pikiran,,,